DOES YOUR CUSTOMER KNOW WHAT THEY WANT?

sacsacscsa

Strategi Know Your Customer memang adalah strategi yang bagus, tetapi kalau kita ingin menaikkan bisnis kita ke level yang lebih tinggi mungkin strategi ini sudah tidak tepat lagi. Strategi Know Your Customer mensyaratkan kalau kita mau produk kita sukses kita harus menjual apa yang customer kita mau. Jika kita bisa tahu apa yang customer kita mau akan lebih mudah buat kita untuk menjualnya ke mereka. Ciptakan produk yang orang butuhkan, maka kita akan mudah untuk menjualnya.

Pertanyaannya adalah apakah customer kita benar-benar tahu apa yang mereka inginkan? Ambil contoh, kita ke restaurant untuk makan siang. Sering kali bahkan untuk memilih menu saja kita bingung, meskipun kita sudah lapar. Ujung-ujungnya kita mungkin pesan yang itu-itu lagi seperti nasi goreng, atau kita order makanan yang sama dengan yang di order teman kita atau bahkan yang di order oleh meja sebelah yang kita gak kenal dia siapa.

So, jual apa yang customer Anda butuhkan bukan hal yang smart lagi. Karena hanya sedikit orang yang tahu apa yang mereka mau. Akan lebih efektif jika kita edukasi cutomer kita agar mereka mau. Kita ciptakan kebutuhan baru untuk customer kita. Kita yang edukasi mereka, arahkan mereka dan jual ke mereka. Bisnis Anda akan menjadi bisnis blue ocean. Selama kita focus kepada nilai tambah dan terus berimprovisasi maka customer Anda akan mencintai produk Anda.

Ketika Steve Job melalukan begitu banyak hal-hal ajaib pada Apple, orang rela antri ber jam-jam untuk membeli produk barunya. Apakah Steve Job fokus pada apa yang customer mau ataukah customer yang fokus pada apa yang Steve Job mau? Begitu Steve Job ciptakan sesuatu, tanpa tahu dengan pasti kelebihan produknya orang rela camping sehari sebelumnya untuk jadi yang pertama membelinya.

Steve Job telah sukses mengedukasi pasar bahwa apapun yang Apple create pasti adalah sesuatu yang bukan saja keren tapi juga magic, seperti sihir bisa membius orang untuk membelinya. Customer mau untuk bisa menggunakan flash disc di produk I Padnya, tapi Steve Job tetap tidak memasang USB Port dan produknya tetap terjual dimana-mana. Steve Job menujukkan otoritasnya, bahwa dia adalah orang yang paling capable dan jika ada sesuatu yang tidak lazim yang bahkan customer tidak suka pasti ada alasan di baliknya sehingga tidak perlu kuwatir bahwa produk Apple for any reasons is always and still the best.

Berpindahnya orang dari satu produk ke produk lain tidak mudah, bahkan jika produk baru tersebut lebih murah denga kualitas lebih bagus. Transaction cost, learning costs, obsolescence cost adalah hambatan yang timbul karena customer takut untuk berpindah produk karena alasan tidak mau ribet, tidak mau belajar lagi,dan behavior-behavior yang lain. Untuk produk-produk substitute hal ini memang terjadi, untuk membuat customer berpindah kebiasaan untuk membeli brand baru maka produk baru tersebut harus mempunyai manfaat yang sangat besar untuk customer mau berpindah behavior.

Ungkapan di atas adalah teori lama, dengan mengedukasi customer melalui branding akan lebih mudah untuk merubah behavior customer. Kitalah sebagai producer yang edukasi pasar kita, kita yang kasih tahu apa yang harusnya customer mau dan inginkan. Transaction cost, learning cost dan obsolescence cost kehilangan isunya menjadi tidak penting lagi. Saat ini Richard Branson sedang membuat transportasi ke ruang angkasa, apakah kita memang benar-benar membutuhkan untuk jalan-jalan ke ruang angkasa? Kalo kita ingin mungkin, tetapi bukan berarti kita butuh. Banyak hal yang jauh kita butuhkan. Tetapi Richard akan mengedukasi masyarakat untuk membuat kita membutuhkannya. Dia akan create needs baru. Itulah yang seorang Great Entrepreneur lakukan create new needs, menciptakan kebutuhan baru. So its not about what your customer really want and need, but how can you make a new need, a new niche, make them really want your product like crazy and make them do anything they can to buy your product.