Oleh Diana Coutu dan Carol Kauffman
Pada abad ke-17, negarawan Perancis Kardinal Richelieu sangat tergantung pada nasihat dari Bapa François Leclerc du Tremblay, yang dikenal sebagai tokoh abu-abu di balik layar karena kebiasaannya mengenakan jubah biara berwarna abu-abu. Seperti juga kardinal Richelieu, para pemimpin bisnis juga punya tokoh di balik layar. Akan tetapi para penasehat ini bukanlah biarawan yang terikat sumpah kemiskinan. Mereka biasa disebut coach eksekutif dan tarif mereka dapat mencapai $3,500 per jam.
Untuk memahami apa yang mereka kerjakan sampai mendapat harga sedemikian tinggi, Harvard Business Review (HBR) melakuan penelitian terhadap 140 coach terkemuka dan mengundang pakar untuk memberikan masukan atas temuan penelitian tersebut. Sebagaimana Anda lihat, para komentator memiliki pandangan yang berbeda tentang bidang dan arah profesi tersebut. Ini menunjukkan juga kontradiksi dari para responden. Para komentator dan coach merasa bahwa standar industri coaching perlu ditingkatkan di beragam industri untuk menjadikannya matang. Akan tetapi tidak ada konsensus bagaimana cara melakukannya. Secara umum para komentator ahli dan coach setuju bahwa alasan sebagian besar perusahaan menggunakan jasa coach telah berubah dibanding 10 tahun lalu. Ketika itu perusahaan menggunakan jasa coach untuk mengatasi perilaku yang merusak di level tinggi kepemimpinan. Saat ini kebanyakan coaching bertujuan lebih luas lagi, yaitu untuk mengembangkan kemampuan para calon pemimpin perusahaan yang memiliki potensi tinggi. Hasilnya terjadi banyak kebingungan mengenai cara para coach mendefinisikan lingkup kerja, pengukuran, dan laporan perkembangan dan pertimbangan kredensial apa yang harus digunakan untuk memilih coach.
Metode Penelitian dan Responden
Analisa yang ditampilkan disini diambil dari penelitian online yang dikembangkan editor senior dari Harvard Business Review dan Carol Kauffman dari Fakultas Kedokteran Harvard. Mereka mengkompilasi daftar partisipan potensial, baik dengan kontak langsung ataupun berdasarkan referensi dari eksekutif senior dan para penulis di HBR, juga dari organisasi coaching. Dari sekitar 200 undangan untuk penelitian yang dikirim via email, terkumpul data dari 140 responden.
- Para responden dibagi rata pria dan wanita.
- Para coach paling banyak berasal dari Amerika Serikat (71%) dan Inggris (18%).
- 66% dari responden menyatakan bahwa coaching adalah sumber pemasukan utama mereka.
- Kelompok responden ini sangat berpengalaman: 61% telah menjalani profesinya lebih dari 10 tahun.
- 50% dari mereka berasal dari latar belakang bisnis atau konsultasi.
- 20% berasal dari latar belakang psikologi.
Apakah perusahaan dan eksekutifnya mendapat pengalaman bernilai dari para coach mereka? Saat kami menanyakan coach untuk menceritakan pertumbuhan industri coaching, mereka berkata para klien mengontrak mereka lagi karena “coaching dianggap berhasil.” Akan tetapi penelitian menyatakan bahwa industri coaching penuh dengan pertentangan kepentingan, daerah abu-abu antara mana yang merupakan wilayah para coach dan mana yang merupakan bagian tenaga profesional di bidang kejiwaan, serta mekanisme yang tidak jelas dalam prosedur pengawasan selama coaching.
Yang perlu digaris bawahi adalah: coaching sebagai perangkat bisnis terus-menerus mendapat legitimasi, tapi aspek mendasar dari industri coaching masih belum kokoh. Di pasar ini, sebagaimana di pasar lain, pesan lama yang masih berlaku adalah: Teliti sebelum membeli!
Apa yang dikatakan Para Coach
Apa Yang Dikatakan Penelitian
Cara untuk menjalin hubungan coaching yang baik
Apakah para eksekutif memiliki motivasi tinggi untuk berubah?
Ya: Eksekutif yang memperoleh banyak motivasi dari coaching memiliki keinginan kuat untuk belajar dan bertumbuh.
Tidak: Jangan pernah mengadakan coaching untuk memperbaiki masalah perilaku. Para pencari kesalahan, korban dan orang-orang dengan prinsip yang kaku sulit berubah.
Apakah eksekutif punya tingkat kecocokan tinggi dengan coach?
Ya: Kecocokan adalah kunci untuk keberhasilan coaching. Tanpa kecocokan, kepercayaan yang merupakan syarat mutlak kinerja optimal para eksekutif tidak akan terbangun.
Tidak: Jangan mengontrak coach berdasarkan reputasi atau pengalaman tanpa memastikan kecocokan itu ada.
Adakah komitmen kuat dari manajemen puncak untuk pengembangan eksekutif?
Ya: Perusahaan harus punya hasrat yang besar untuk mempertahankan dan mengembangkan para eksekutif yang telah terlatih.
Tidak: Jangan mengadakan coaching jika agenda utama hanya untuk memaksa eksekutif keluar atau memperbaiki isu sistemik di luar kendali para eksekutif terlatih.
Apakah terjadi pergeseran fokus coaching?
Sebanyak 132 dari 140 responden menyatakan bahwa seiring waktu, fokus mereka bergeser dari tujuan awal mereka dikontrak.
“Tentu saja! Berawal dari bias dalam bisnis dan yang tidak bisa dihindarkan berpindah ke isu yang ‘lebih besar’ seperti pencarian tujuan hidup, keseimbangan antara kerja dan hidup sehari-hari, serta cara menjadi pemimipin yang lebih baik.”
“Umumnya tidak. Jika tugas ditentukan dengan benar, isu yang ditangani biasanya sudah dijelaskan sebelum pekerjaan dimulai.”
Petunjuk Pembelian
Kami menanyakan para coach apa yang harus diperhatikan perusahaan ketika mengontrak coach. Berikut adalah daftar kualifikasi yang terkumpul:
Coach adalah kombinasi dari konsultasi dan terapi.
Apa Pendapat Para Pakar
Industri Coaching: Pekerjaan yang Sedang Berlangsung
oleh Ram Charan
Tidak ada keraguan bahwa pemimpin masa depan perlu coaching berkelanjutan. Dengan makin rumitnya lingkungan bisnis, para calon pemimpin akan semakin tergantung pada coach agar mereka mengerti cara menghadapi berbagai situasi dan kondisi. Jenis coach yang saya maksud disini adalah coach yang melakukan lebih dari sekedar mempengaruhi perilaku. Mereka adalah coach yang memegang peranan penting dalam proses belajar, memberikan pengetahuan, pendapat dan penilaian di area-area kritis. Coach jenis ini biasanya adalah pensiunan CEO atau ahli dari universitas, lembaga penelitian dan pemerintahan.
Sangat jelas bahwa ini tidak mendeskripsikan secara lengkap apa yang dilakukan sebagian besar coach sekarang, seperti ditunjukkan hasil penelitian. Coaching yang ada dalam benak kita adalah jasa yang diberikan oleh wirausahawan dari latar belakang konsultan, psikologi atau sumber daya manusia bagi manajer menengah. Jenis coaching ini menjadi terkenal dalam lima tahun terakhir karena perusahaan mengalami krisis kurangnya tenaga ahli dan khawatir ditinggalkan oleh karyawan kunci mereka. Dengan menyewa jasa coach, perusahaan ingin menunjukkan komitmen mereka dalam pengembangan eksekutif yang memiliki potensi bagus. Di waktu yang sama, pelaku bisnis perlu mengembangkan keahlian dalam berhubungan dengan orang, tidak hanya kemampuan kualitatif mereka, dan saat ini cukup banyak coach yang jago dalam bidang tersebut. Seiring dengan makin banyaknya coaching, stigma negatif yang dialami pada peserta coaching menghilang. Sekarang mengikuti coaching menjadi satu kehormatan.
Industri coaching akan tetap terfragmentasi sampai terbangunnya nama besar, mengumpulkan coach bintang, menyiangi yang kurang berpotensi, serta membangun reputasi kerja yang sangat baik. Beberapa grup coaching telah berevolusi menuju ke arah ini, akan tetapi sebagian masih menawarkan produk “butik,” seperti coaching dengan judul mengelola dan menginterpretasikan evaluasi 360-derajat. Untuk melampaui level ini, industri coaching benar-benar memerlukan pemimpin yang bisa mendefinisikan profesi ini dan membangun perusahaan coaching yang serius. Seperti pemimpin dengan kualitas seperti Marvin Bower saat ia menciptakan dunia konsultan manajemen profesional di McKinsey & Company.
Industri coaching benar-benar memerlukan pemimpin yang bisa mendefinisikan profesi ini seperti yang Marvin Bower lakukan di dunia konsultan manajemen.
Masalah besar yang diselesaikan perusahaan coaching di masa depan adalah kesulitan dalam pengukuran kinerja yang hingga saat ini masih belum dapat diselesaikan, sebagaimana disampaikan para coach dalam survei ini. Saya belum pernah menemukan penelitian yang memantau dalam jangka panjang eksekutif yang sudah dilatih; sebagian besar bukti efektifitas coaching masih tidak bisa diandalkan dan tidak terpercaya. Saya merasa jumlah cerita positif lebih banyak dari cerita negatif – tapi seiring kematangan industri, perusahaan coaching perlu mendemonstrasikan mereka mampu membawa perubahan dan memberikan metodologi yang jelas dalam pengukuran hasil kerja mereka.
Walaupun dalam kondisi resesi, saya sependapat dengan sebagian besar responden penelitian bahwa permintaan coaching tidak akan menurun untuk jangka waktu yang lama. Negara-negara berkembang yang besar – seperti Brasil, Cina, India, dan Rusia akan sangat membutuhkan banyak coaching karena manajemen mereka tergolong sangat muda. Para sarjana masuk dunia kerja pada usia 23 tahun dan pimpinan mereka semua berusia 25 tahun dengan pengalaman yang kurang lebih sama.
Ram Charan telah melatih banyak CEO dan eksekutif puncak dari perusahaan yang terdaftar di Fortune 100. Dia telah menulis 14 buku, termasuk Kepemimpinan di Masa Ketidakpastian Ekonomi (McGraw-Hill, 2009)
Apakah Coach Anda Memberi Anda Nilai dari yang Anda Bayarkan?
oleh David B. Peterson
Sekitar 40 tahun lalu, tidak seorang pun membicarakan coaching eksekutif. Dua puluh tahun lalu, coaching ditujukan bagi eksekutif yang berbakat tapi sulit diatur yang kemungkinan akan mengalami pemecatan jika tidak berubah. Sekarang, coaching adalah solusi populer dan efektif dalam menjamin kinerja terbaik dari talenta paling penting di organisasi. Hampir separuh dari coach yang diteliti melaporkan bahwa mereka dikontrak terutama untuk melatih para eksekutif di sisi positif coaching – mengembangkan talenta potensial mereka dan memfasilitasi transisi ke dalam atau atas. Sebanyak 26% mengatakan bahwa mereka paling sering dihubungi sebagai penguji ide dalam hal dinamika organisasi atau urusan strategis. Hanya sedikit coach yang mengatakan mereka dikontrak untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang di organisasi.
Penelitian juga mengungkapkan hal penting tentang apa yang perusahaan minta dari para coach untuk dilakukan dan apa yang akhirnya mereka lakukan. Contoh yang bisa dipakai adalah keseimbangan kerja dan kehidupan. Jarang perusahaan mengontrak coach untuk menangani isu di luar pekerjaan (hanya 3% coach yang mengatakan mereka dikontrak untuk menangani isu semacam itu), namun lebih dari tiga perempat coach menyatakan terkadang mereka bersinggungan dengan isu pribadi. Dari satu sisi, hal ini menunjukkan tingginya pengalaman coach yang diteliti (hanya 10% coach memiliki pengalaman 5 tahun atau kurang). Selain itu juga menunjukkan fakta bahwa bagi para eksekutif, kerja dan kehidupan sehari-hari tidak terpisahkan. Hal ini benar adanya untuk sebagian besar eksekutif yang menghabiskan sebagian besar waktu mereka di pekerjaan dan sangat sering melakukan perjalanan bisnis atau berada jauh dari rumah. Beberapa dari mereka merasakannya sebagai tekanan yang mengganggu kehidupan pribadi mereka. Tidak mengherankan jika semakin mampu coach masuk dan memotivasi kehidupan mereka di rumah, dampak coaching itu akan semakin besar dan menetap.
Masalah muncul ketika organisasi meminta satu hal, namun malah memperoleh hasil yang lain. Perusahaan sering tidak tahu apa yang sebenarnya sedang dilakukan para coach.
Satu penyebabnya adalah para coach lalai dalam mengevaluasi dampak dan hasil pekerjaan mereka serta melaporkannya ke eksekutif dan pihak berkepentingan. Kendati 70% coach menyatakan mereka memberikan hasil penilaian kualitatif dari kemajuan coaching, kurang dari sepertiga yang memberi umpan balik dalam bentuk penilaian kuantitatif dari perilaku, dan kurang dari seperempat yang menyediakan data kuantitatif dari hasil coaching terhadap bisnis. Hal ini bisa memberi gambaran yang optimis karena data tersebut berasal dari para coach sendiri.
Kurang dari seperempat responden menyatakan mereka menyediakan data kuantitatif dari hasil coaching terhadap bisnis.
Meskipun agak sulit untuk menarik hubungan eksplisit antara coaching dan dampaknya bagi kinerja eksekutif, tidaklah sulit untuk mengambil informasi dasar terhadap perbaikan dalam perilaku manajer eksekutif. Coaching memakan banyak waktu dan menghabiskan biaya mahal, sehingga organisasi yang menyewa coach menuntut laporan rutin dan laporan kemajuan formal, walaupun hanya bersifat kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan tidak menerima laporan tersebut kecuali memintanya.
David B. Peterson (david.peterson@personneldecisions.com) adalah wakil presiden senior dari Personnel Decisions International (PDI) di Minneapolis dan memimpin praktek coaching eksekutif dari PDI.
Bahaya Ketergantungan terhadap Coach
oleh Michael Maccoby
Semua coach memahami bahwa mereka harus membuat Anda lebih kompeten dan handal. Jika coaching tidak melakukan itu, maka Anda akan menjadi sangat tergantung pada coaching. Ketergantungan tidaklah selalu buruk — sama seperti pertemanan yang saling tergantung justru merupakan hal yang baik. Tapi kita semua tahu ada orang yang tidak bisa memutuskan tanpa bicara lebih dulu dengan psikoterapisnya, dan ada eksekutif yang memiliki ketergantungan terhadap pelatihnya. Mereka membicarakan dengan coach hal-hal yang seharusnya mereka bicarakan dengan eksekutif lain atau tim mereka dalam organisasi dalam rapat eksekutif.
Data dalam penelitian ini menunjukkan lebih dari separuh responden menganggap klien mereka tidak terlalu bergantung pada mereka. Dari sudut pandang saya, itu tidak realistis. Para coach punya alasan ekonomi untuk mengabaikan masalah ketergantungan klien terhadap mereka dan membuka potensi konflik kepentingan. Merupakan hal alami bagi coach untuk melakukan pengembangan usaha, tapi coach terbaik seperti juga terapis terbaik mendahulukan kepentingan klien mereka. Harry Levinson, bapak coaching yang bekerja dengan banyak eksekutif puncak pada jamannya, mengatakan bahwa coach harus waspada dengan dinamika ketergantungan. Jika coach tidak mewaspadainya, maka dia tidak berhak menjadi coach. Artinya buat Anda adalah sebelum Anda menyewa coach, tanyakan dulu pada coach tersebut bagaimana dia menangani ketergantungan dalam hubungan dengan klien.
Coach punya alasan insentif ekonomi untuk mengabaikan masalah ketergantungan dari klien terhadap mereka, dan membuka potensi konflik kepentingan.
Ada satu temuan dari penelitian yang terkait isu ketergantungan ini dan layak menerima perhatian khusus: Meski hampir 90% respoden melaporkan bahwa mereka menetapkan kerangka waktu sebelum memulai pekerjaan, seluruhnya kecuali delapan orang mengatakan fokus dari pekerjaan mereka bergeser dari fokus awal. Tidak ada data di dalam penelitan tentang mekanisme pergeseran itu, tapi dalam 35 tahun pengalaman saya di bidang coaching, saya mengamati bahwa biasanya ini merupakan urusan kontrak ulang antara coach dengan eksekutif. Coach pada dasarnya adalah konsultan yang terikat kontrak dengan Anda untuk membahas strategi, contohnya, dan mungkin menawarkan kelanjutan kontrak untuk membantu implementasi. Atau jika Anda mengontrak coach untuk membantu Anda jadi pemain tim yang lebih baik, coach itu mungkin menyarankan adanya tambahan coaching untuk menangani urusan dengan atasan atau mengatasi bawahan yang kreatif tapi sulit ditangani. Semua butuh waktu juga uang. Memperpanjang kontrak bukan hal yang tidak etis. Akan tetapi Anda perlu berhati-hati jika coach Anda meminta Anda memperpanjang kontrak melebihi dari kebutuhan Anda.
Ada dua pergeseran fokus yang kerap terjadi dan harus dihindari karena membahayakan. Satu adalah ketika coach perilaku (istilah saya untuk orang yang memonitor perilaku Anda) menawarkan bentuk terapi psikologi secara implisit dan tersamar. Contohnya ketika ia berkata Anda perlu menggali isu yang lebih dalam, yang menghalangi Anda memaksimalkan potensi Anda sepenuhnya. Kemudian pergeseran fokus kedua adalah ketika coach pribadi bermetamorfosis menjadi penasihat bisnis. Dalam kasus ini, coach Anda menjadi mitra bicara Anda, orang yang Anda ajak diskusi tentang ide strategis. Ini berbahaya karena jarang ada coach punya pengetahuan mendalam tentang bisnis Anda.
Michael Maccoby adalah presiden dari Maccoby Group di Washington, DC, juga penulis buku Pemimpin Narsistik: Siapa Berhasil dan Siapa Gagal (Harvard Business School Press, 2007).
Bagaimana Cara Memilih Coach?
oleh P. Anne Scoular
Ada dua aturan dasar menyewa coach. Pertama, pastikan bahwa para eksekutif siap dan bersedia dilatih. Kedua, beri kesempatan eksekutif untuk memilih orang yang dia inginkan untuk bekerja sama, dengan mengabaikan siapa yang memulai. Data penelitian mendukung ini: kesediaan dan kecocokan adalah dua hal kunci sukses hubungan coaching. Di luar dua hal ini, para responden memiliki pendapat masing-masing yang saling berbeda tentang hal paling utama dalam memilih coach.
Para coach yang diteliti sependapat bahwa perusahaan perlu mencari orang yang berpengalaman melatih di situasi yang sama, tapi tidak perlu memiliki pengalaman bekerja dalam situasi tersebut. Organisasi juga perlu mempertimbangkan apakah coach tersebut memiliki metodologi yang jelas. Data penelitian menunjukkan setiap coach menghargai metodologi yang berbeda. Sebagai contoh, beberapa coach mulai dengan umpan balik 360 derajat, sementara yang lain mengandalkan umpan balik psikologi dan wawancara mendalam. Dari perspektif organisasi, metodologi adalah cara yang ampuh dalam memilih coach. Jika calon coach tidak bisa menjelaskan metode yang dia gunakan dan hasilnya secara pasti – persilahkan dia keluar ruangan. Coach bisnis terkemuka sangat jelas dalam apa yang mereka berikan dan apa yang tidak akan mereka lakukan. Sebagai contoh seorang coach yang baik akan mampu mengatakan di awal apakah dia bersedia menjadi penguji ide untuk isu strategis.
Jika coach tidak bisa menjelaskan metode yang dia gunakan dan hasil yang Anda bisa harapkan secara pasti – segera persilahkan dia keluar ruangan.
Secara signifikan, para coach terbagi rata tentang pentingnya sertifikasi. Kendati sejumlah responden menyatakan bahwa bidang mereka penuh dengan orang yang cuma mengaku sebagai ahli, beberapa dari mereka kurang percaya jika sertifikasi sendiri bisa diandalkan. Sebagian dari penyebabnya adalah banyaknya jenis sertifikasi. Di Inggris sendiri ada sekitar 50 lembaga yang menerbitkan sertifikasi; para pemakai jasa tentu saja bingung sertifikasi mana yang kredibel. Saat ini lembaga coaching bisnis menjauh dari pemberian sertifikasi mandiri dan menuju ke akreditasi – yang dikeluarkan oleh lembaga internasional yang memiliki proses audit mendetail yang hanya mengeluarkan akreditasi bagi mereka yang memenuhi standar yang ketat.
Apa yang harus jadi fokus dalam akreditasi? Salah satu hasil yang tidak terduga dari penelitian adalah para coach (bahkan para psikolog dalam penelitian) tidak menaruh nilai tinggi pada latar belakang sebagai psikolog. Mereka menempatkannya di tingkat dua paling bawah dari daftar kredensial. Mengejutkan karena beberapa organisasi yang pernah saya tangani hanya menyewa psikolog sebagai coach. Para responden penelitian mungkin tidak melihat relasi antara coaching formal sebagai psikolog dengan pengetahuan bisnis— yang justru merupakan faktor penting dalam keberhasilan coaching sepanjang pengalaman saya mengajar para coach.
Meski pengalaman dan metodologi yang jelas merupakan hal penting, kredensial terbaik adalah pelanggan yang puas. Sebanyak 50% coach di dalam penelitian mengindikasikan bahwa perusahaan memilih mereka berdasarkan referensi pribadi. Jadi sebelum Anda menandatangani kontrak dengan coach, pastikan Anda sudah bicara dengan orang yang telah dia latih sebelumnya.
Anne Scoular (annescoular@meylercampbell.com) adalah direktur di Meyler Campbell, penyedia coaching global untuk coach eksekutif. Ia juga mengajar coaching di London Businesss School di Inggris.
Ruang Coaching atau Terapi?
oleh Anthony M. Grant
Coaching sangat berbeda dari terapi, menurut mayoritas coach dalam penelitian kami. Perbedaan yang nyata adalah coaching berfokus pada masa kini, sedang terapi berfokus pada masa lalu. Sebagian besar responden menyatakan bahwa klien eksekutif mereka masuk dalam kategori sehat secara kejiwaan, sementara klien dari terapis punya masalah psikologis. Dari sudut pandang para responden, coaching tidak menangani masalah psikologis seperti depresi atau kegelisahan.
Adalah benar pendapat yang menyatakan coaching tidak bertujuan menyembuhkan masalah kesehatan mental. Akan tetapi pendapat bahwa kandidat coaching sehat secara mental tidak terbukti di dalam riset akademis. Penelitian dari Universitas Sydney contohnya, menemukan bahwa 25% sampai 50% orang yang mencari coaching secara klinis memiliki level kegelisahan, stres atau depresi yang signifikan.
Saya tidak menyatakan bahwa sebagian besar eksekutif yang ikut coaching mengalami kelainan mental. Tapi beberapa memang mungkin mengalaminya, dan melatih mereka yang tidak terdeteksi mengalami masalah kesehatan mental bisa kontra produktif dan bahkan berbahaya. Sejumlah besar eksekutif hampir dipastikan tidak akan mencari penanganan atau terapi, dan bahkan tidak sadar kalau mereka punya masalah yang butuh penanganan dan terapi. Hal ini menyulitkan karena berlawanan dengan anggapan umum tentang penyakit kejiwaan, tidaklah selalu mudah untuk mengenali depresi atau kegelisahan tanpa pendidikan memadai. Seorang eksekutif akan lebih sering mengeluh kesulitan tentang manajemen waktu, komunikasi antar pribadi atau urusan pekerjaan mereka daripada mengenai kegelisahan mereka. Ini menimbulkan pertanyaan penting untuk perusahaan yang menyewa coach — sebagai contoh, apakah seorang coach non-psikolog bisa bekerja dengan etika yang tepat dengan eksekutif yang punya masalah gangguan kegelisahan.
Organisasi sebaiknya mengharuskan coach menjalani coaching dalam penanganan masalah kesehatan kejiwaan.
Menyadari bahwa beberapa eksekutif memiliki kemungkinan masalah mental, perusahaan sewajarnya mengharuskan coach menjalani coaching dalam menangani masalah kesehatan kejiwaan — sebagai contoh, pemahaman kapan merujuk klien ke terapis profesional untuk pertolongan. Perusahaan yang tidak menuntut coaching kejiwaan bagi coach, gagal memenuhi kewajiban etika mereka untuk peduli pada eksekutif mereka.
Anthony M. Grant (anthonyg@psych.usyd.edu.au) adalah pendiri dan direktur di Unit Coaching Psikologi dari Universitas Sydney, Australia.